Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila
Di masa Orde Baru, anda tentu masih ingat, setiap
siswa sekolah atau mahasiswa baru wajib mengikuti “indoktrinasi” penanaman
nilai-nilai Pancasila, sebagai syarat penting yang harus diikuti.
Indoktrinasi ideologi resmi Pancasila ini digelar
secara sistematis oleh rezim Orde Baru, karena didasarkan asumsi bahwa
Pancasila telah diselewengkan pada masa Orde Lama.
Nazaruddin Sjamsuddin (1989) mengatakan, sosialisasi
nilai-nilai Pancasila, seperti melalui penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila), merupakan "salah-satu cara terbaik untuk membuat
masyarakat menyadari, mengetahui dan menghayati ideologi negara."
Demi stabilitas politik, utamanya untuk menghadapi
bahaya laten Komunisme, indoktrinasi Pancasila ini didahului kebijakan
penerapan azas tunggal Pancasila di semua organisasi masyarakat dan parpol.
Demi stabilitas politik, utamanya untuk menghadapi
bahaya laten Komunisme, indoktrinasi Pancasila ini didahului kebijakan penerapan
azas tunggal Pancasila di semua organisasi masyarakat dan parpol
Klaim seperti ini terus dihidupkan, sehingga
orang-orang atau kelompok yang berseberangan dengan pemerintah dianggap anti
atau “merongrong” Pancasila. .
Di luar kebijakan dan konsep massa mengambang,
penerapan azas tunggal, Dwi Fungsi ABRI, hingga penataran P4, tentu saja ada
beberapa istilah lainnya yang diidentikan dengan Orde Baru.
Apa itu? Sebutlah istilah: modernisasi, pertumbuhan
ekonomi, demi pembangunan, ekstrim kanan-kiri, gerombolan pengacau keamanan
(GPK), atau anti Pancasila.
Namun semenjak reformasi 1998 digulirkan,
istilah-istilah Orde Baru seperti menjadi barang usang, dan terkadang menjadi
bahan olok-olok, walaupun ada pula kebijakan seperti Keluarga Berencana (KB)
dan Posyandu, yang dianggap berhasil dan kini akan dihidupkan lagi.
Dwi Fungsi ABRI
Setelah reformasi 1998, konsep dan implementasi Dwi
Fungsi ABRI dikritik habis-habisan dan akhirnya “dicabut”.
Padahal, di masa Orde Baru, konsep ini sepenuhnya
dilaksanakan, walaupun implementasinya dinilai kelewatan ketimbang konsep
awalnya.
Sebutlah: hampir semua pejabat daerah dikuasai oleh
perwira TNI, adanya kursi TNI di DPR hingga di kursi menteri, serta di
perusahaan-perusahaan.
Padahal, menurut mantan Kepala Staf
Angkatan Darat (KSAD) Abdul Haris Nasution, yang juga dikenal sebagai konseptor
“Dwi Fungsi ABRI”, konsep “jalan tengah ABRI” itu intinya “peran ABRI...
sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan dan peran yang sifatnya non-militer
(sosial dan politik)”.
“Pikiran saya cuma satu, kita perlu
mengadakan kerja sama. Kita menganggap kekuatan diri kita juga adalah kekuatan
politik,” kata AH Nasution, dalam buku Jenderal tanpa pasukan,
politisi tanpa partai, perjalanan hidup AH Nasution (1998).
Karena ada rekayasa politik, partai-partai tidak punya
pembina di tingkat bawah. Tapi Golkar sampai memiliki anggota yang jadi kepala
desa. ABRI sampai ke Babinsa... Ini namanya permainan.
Karena itulah, dia mengaku kaget dengan penerapan
“jalan tengah” ABRI di masa Orde Baru, yang ditandai antara lain “banyaknya
orang-orang militer yang ditempatkan di berbagai perusahaan.
Baginya, penempatan itu tidak tercakup dalam pemahaman
Dwifungsi.
Lebih lanjut, Nasution mengatakan, konsep Dwifungsi
sekarang (saat Orde Baru) telah bergeser.
Menurut mantan Gubernur Lembahanas Letjen
(purnawirawan) Hasnan Habib, dalam wawancara dengan harian NUSA (20 September
1999), pelaksanaan konsep Dwi Fungsi ABRI dalam perjalanannya mengalami
“pelencengan”.
“Karena ada rekayasa politik, partai-partai tidak
punya pembina di tingkat bawah. Tapi Golkar sampai memiliki anggota yang jadi
kepala desa. ABRI sampai ke Babinsa... Ini namanya permainan,” kata Hasnan
Habib, saat itu.
Dampak
positif Dwi Fungsi ABRI:
1.
Kesejahteraan prajurit ABRI meningkat
Pada masa Orde Baru, ABRI
mngendalikan berbagai yayasan dan perusahaan. Penghasilan dari yayasan dan
perusahaan ini disalurkan untuk memperbaiki kondisi kesejahteraan prajurit
ABRI. Pada masa Orde Baru, gaji pegawai pemerintah, termasuk gaji anggota ABRI
sangat rendah, sehingga mereka harus mencari pendapatan tambahan.
2. Para
prajurit ABRI ikut berkontribusi dalam pembangunan
Para prajurit dimobilisasi dalam
kegiatan seperti ABRI Masuk Desa, untuk melakukan kegiatan pembangunan seperti
perbaikan jalan hingga mendirikan sarana kesehatan.
Dampak
negatif Dwi Fungsi ABRI:
1.
Terjadi dominasi oleh ABRI terhadap masyarakat sipil
Pada masa Orde Baru, akibat
dominasi ABRI, sangat banyak jabatan penting di Indonesia, seperti walikota,
bupati dan gubernur iisi oleh para prajurit maupun purnawirawan ABRI. Akibatnya,
peluang dan aspirasi politis masyarakat sipil menjadi terhambat.
2. ABRI
menjadi alat politik praktis
Dengan Dwi Fungsi ABRI, di MPR
dan DPR terdapat anggota dewan dan majlis yang ditunjuk oleh ABRI. Bersama
dengan para kepala daerah yang berasal dari ABRI, mereka dianggap sebagai
kepanjangan tangan dari Presiden Soeharto. Akibatnya, setelah pemerintahan
Soeharto tumbang, keberadaan Fraksi ABRI dan anggota MPR/DPR dari ABRI
dihapuskan.
#Soeharto #ABRI #Prajurit #2018 #Sejarah #DwiFungsiABRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar